Saturday, November 21, 2020

Kegiatan dalam Organisasi Kemahasiswaan yang Menerapkan Lima Prinsip Anti Korupsi

 

Kegiatan dalam Organisasi Kemahasiswaan yang Menerapkan Lima Prinsip Anti Korupsi

 

A.    Pengertian Korupsi

Korupsi adalah tindakan seseorang yang menyalahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan. Tindakan korupsi ini terjadi karena beberapa faktor.

 

B.     Prinsip Anti Korupsi

Penyebab terjadinya korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datangnya dari diri pribadi atau idividu, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan atau sistem. Upaya pencegahan korupsi pada dsarnya dapat dilakukan dengan mengurangi bahkan menghilangkan kedua faktor penyebab korupsi tersebut.

Faktor internal berkaitan dengan nilai-nilai anti korupsi yang tertanam dalam setiap individu. Sedangkan untuk faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap individu perlu memahami perlu memahami dengan baik prinsip-prinsip antikorupsi itu sendiri.

Prinsip-prinsip antikorupsi dan nilai-nilai antikorupsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Prinsip-prinsip antikorupsi :

 



1.      Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Prinsip akuntabilitas merupakan pilar penting dalam rangka mencegah terjadinya korupsi. Prinsip ini pada dasarnya dimaksudkan agar kebijakan dan langkah-langkah atau kinerja yang dijalankan sebuah lembaga dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, prinsip akuntabilitas membutuhkan perangkat-perangkat pendukung, baik berupa perundang-undangan (de jure) maupun dalam bentuk komitmen dan dukungan masyarakat (de facto), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga (Bappenas, 2002).

Untuk mewujudkan prinsip-prinsip akuntabilitas pengelolaan keuangan maka dalam pelaksanaannya harus dapat diukur dan dipertanggung jawabkan melalui :

-          Mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilakukan

-          Evaluasi

 

2.      Transparansi

            Transparansi merupakan salah satu prinsip anti korupsi. Transparansi merupakan salah satu hal yang penting mengingat pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Praso: 2007).

                Tansparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi para mahasiswa untuk dapat melanjutkan tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan: 2010).

       Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima, yaitu proses penganggaran, penyusunan kegiatan, pembahasan, pengawasan, dan evaluasi.

 

3.      Kewajaran

Prinsip kewajaran (fairness) dimaksudkan untuk mencegah adanya ketidakwajaran dalam penganggaran, dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Prinsip kewajaran terdiri atas lima sifat, yaitu sebagai berikut :

-          Komprehensif dan disiplin

-          Fleksibilitas

-          Terprediksi

-          Kejujuran

-          Informatif

 

4.      Kebijakan

Prinsip kebijakan adalah prinsip antikorupsi yang dimaksudkan agar dapat mengetahui dan memahami tentang kebijakan antikorupsi. Kebijakan berperan untuk mengatur tata interaksi dalam ranah sosial agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan antikorupsi tidak selalu identik dengan undang-undang antikorupsi, akan tetapi bisa juga berupa undang-undang kebebasan untuk mengakses informasi, desentralisasi, anti-monopoli, maupun undang-undang lainnya yang memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mengendalikan kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh pejabat negara. Kebijakan antikorupsi dapat dilihat dalam empat aspek berikut :

-          Isi kebijakan

-          Pembuat kebijakan

-          Penegakan kebijakan

-          Kultur kebijakan

 

5.      Kontol Kebijakan

Kontrol kebijakan adalah upaya agar kebijakan yang dibuat benar-benar efektif dan menghapus semua bentuk korupsi. Terdapat tiga bentuk kontrol terhadap kebijakan pemerintah, yaitu berupa :

-          Partisipasi

-          Evolusi

-          Reformasi

 

C.     Organisasi Kemahasiswaan

Organisasi mahasiswa adalah organisasi yang beranggotakan mahasiswa untuk mewadahi bakat, minat dan potensi mahasiswa yang dilaksanakan di dalam kegiatan ko dan ekstra kurikuler.

D.    Kegiatan dalam Organisasi Kemahasiswaan dan Prinsip Anti Korupsi

1.      Akutabilitas

Akutabilitas merupakan kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari maupun pada tiap-tiap kegiatan dalam organisasi kemahasiswaan. Misalnya, program-program kegiatan kemahasiswaan harus dibuat dengan mengindahkan aturan yang berlaku di kampus dan dijalankan sesuai dengan aturan. Selain menjalan kegiatan dalam organisasi dengan mengacu kepada aturan maka dalam pelaksanaannya juga harus dapat diukur dan dipertanggung jawabkan melalui:

-       Pelaporan dan pertanggungjawaban atas setiap kegiatan yang dilakukan

Penerapan prinsip antikorupsi akuntabilitas pada kegiatan mahasiswa, bentuk pertanggung jawabannya dapat diaplikasikan dalam bentuk laporan pertanggung jawaban atas tiap-tiap kegiatan kemahasiswaan yang dijalankan oleh organisasi kemahasiswaan tersebut. Pelaporan dan pertanggungjawaban kegiatan yang dijalankan oleh organisasi kemahasiswaan tersebut diserahkan kepada direktorat dan lembaga-lembaga kontrol yang berada di perguruan tinggi tersebut.

-       Evaluasi

Selain dengan pelaporan dan pertanggung jawaban atas kegiatan yang dijalankan oleh organisasi kemahasiswaan untuk mahasiswa, bentuk penerapan prinsip akuntabilitas dapat pula dilakukan dengan evaluasi. Evaluasi yang dimaksud mencangkup kinerja organisasi kemahasiswaan tersebut dalam menjalan kegiatan kemahasiswaan, proses pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan, dampak dari kegiatan kemahasiswaan dan manfaat yang diberikan dari kegiatan kemahasiswaan tersebut kepada mahasiswa, baik manfaat langsung maupun manfaat jangka panjang.

Evaluasi merupakan bagian penting dalam akuntabilitas demi menjaga pengertian dari akuntabilitas itu sendiri.

2.      Transparansi

Transparansi merupakan prinsip yang mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui. Dalam penerapan transparansi pada kegiatan organisasi kemahasiswaan mengacu kepada keterbukaan dan kejujuran. Hal tersebut merupakan dasar yang harus dimiliki tiap-tiap individu dalam organisasi kemahasiswaan untuk dapat melanjutkan tugas dan tanggung jawabnya.

Prinsip transparansi dapat mulai diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan di kampus. Misalnya, program kegiatan kemahasiswaan dan laporan kegiatannya harus dapat diakses oleh seluruh mahasiswa.

Dalam prosesnya, terdapat lima proses dalam transparansi, yaitu :

-                 Proses penganggaran

Setiap kegiatan-kegiatan mahasiswa yang akan dieksekusi oleh organisasi kemahasiswaan sebelumnya dan sesudah kegiatan tersebut berlangsung dilakukan proses penganggaran. Proses penganggaran dimulai dari perencanaan anggaran yang akan dibutuhkan, anggaran yang digunakan selama kegiatan, laporan pertanggungjawaban menggenai anggaran yang digunakan, dan penilaian terhadap penggunaan anggaran yang ada.

-                 Proses penyusunan kegiatan

Pada pelaksanaan kegiatan mahasiswa oleh organisasi kemahasiswaan sebelumnya telah dilakukan penyusunan kegiatan khususnya yang terkait dengan sumber pendanaan dan alokasi anggaran.

-              Proses pembahasan

Proses pembahasan merupakan proses dimana dilakukannya pembahasan mengenai strategi yang digunakan untuk melakukan penggalangan dana, mekanisme pelaksanaan kegiatan mahasiswa tersebut, mulai dari atensi mahasiswa, dampak untuk mahasiswa, pelaksanaan kegiatan, pelaporan dan pertanggungjawaban setelah acara tersebut dilaksanakan.

-              Proses pengawasan

Umumnya kegiatan yang dieksekusi oleh organisasi kemahasiswaan memiliki lembaga pengawasnya, baik itu pihak direktorat atau lembaga keorganisasian mahasiswa lain.

-              Proses evaluasi

Evaluasi yang dimaksud mencangkup kinerja organisasi kemahasiswaan tersebut dalam menjalan kegiatan kemahasiswaan, proses pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan, dampak dari kegiatan kemahasiswaan dan manfaat yang diberikan dari kegiatan kemahasiswaan tersebut kepada mahasiswa, baik manfaat langsung maupun manfaat jangka panjang.

 

3.      Kewajaran

Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya.

Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh organsiasi kemahasiswaan dalam kehidupan di kampus. Misalnya, dalam penyusunan anggaran program kegiatan kemahasiswaan harus dilakukan secara wajar. Demikian pula dalam menyusun Laporan pertanggungjawaban, harus disusun dengan penuh tanggungjawab.

Prinsip kewajaran juga dapat dijadikan rambu-rambu agar dapat bersikap lebih waspada dalam mengatur beberapa aspek kehidupan mahasiswa seperti penganggaran, perkuliahan, sistem belajar maupun dalam organisasi. Selain itu, juga diharapkan memiliki kualitas moral yang lebih baik dimana kejujuran merupakan bagian pokok dalam prinsip ini.

Prinsip kewajaran terdiri atas lima sifat, yaitu sebagai berikut :

-          Komprehensif dan disiplin

Komprehensif dan disiplin dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinambungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui batas dalam menjalankan tiap-tiap kegiatan kemahasiswaan.

-          Fleksibilitas

Fleksibilitas artinya adalah suatu organisasi kemahasiswaan dalam menjalankan fungsinya diperlukan adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas dalam menjalankan kinerjanya.

-          Terprediksi

Dalam hal organisasi kemahasiswaan, yang dimaksud dengan terprediksi ialah adanya ketetapann dalam perencanaan dalam melangsungkan suatu kegiatan untuk menghindari terjadinya difisit. Hal tersebut berkaitan dengan kesempatan terjadinya penyimpangan.

-          Kejujuran

Seorang organisator dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk memiliki sifat jujur. Kejujuran tersebut mengandung arti tidak adanya bias perkiraan penerimaan maupun pengeluaran yang disengaja, yang berasal dari pertimbangan teknis maupun hal lain.

-          Informatif

Tujuan dari sifat ini adalah dapat tercapainya sistem informasi pelaporan yang teratur dan informatif. Sifat informatif ini dijadikan sebagai dasar penilaian kinerja, kejujuran dan proses pengambilan keputusan selain itu sifat ini merupakan ciri khas dari kejujuran.

 

4.      Kebijakan

Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan perguruan tinggi dimana organisasi kemahasiswaan itu berada.

Prinsip kebijakan juga dapat mulai diterapkan oleh organisasi kemahasiswaan dalam kehidupan di kampus. Misalnya, dalam membuat kebijakan atau aturan menggenai kegiatan kemahasiswaan harus mengacu kepada seluruh aturan dan ketentuan yang berlaku di kampus.

 

5.      Kontrol kebijakan

Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Misalnya kontol kebijakan mengenai aturan dalam pelaksanaan kegiatan mahasiswa.

Prinsip kontrol kebijakan dapat mulai diterapkan dalam organsisasi kemahasiswaan di kampus. Misalnya, dengan melakukan kontrol pada kegiatan kemahasiswaan, mulai dari penyusunan program kegiatan, pelaksanaan program kegiatan, sampai dengan pelaporan.

Bentuk kontrol kebijakan berupa :

-          Partisipasi

Kontrol kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol kebijakan berupa oposisi yaitu mengontrol dengan menawarkan alternatif kebijakan baru yang dianggap lebih layak.

-          Evolusi

Kontrol kebijakan berupa revolusi yaitu mengontrol dengan mengganti kebijakan yang dianggap tidak sesuai.

-          Reformasi

Setelah memahami prinsip-prinsip antikorupsi, mahasiswa maupun organisasi kemahasiswaan kemudian dituntut untuk berperan aktif dalam melakukan tindakan kontrol kebijakan baik berupa partisipasi, evolusi maupun rfeformasi pada kebijakan-kebijakan kehidupan mahasiswa dimana peran mahasiswa sebagai individu yang merupakan bagian dari masyarakat, organisasi kemahasiswaan, dan institusi.

Labels:

FLEBOTOMI - Pengambilan Darah Vena / Vein Puncture / Sampling Open System

LAPORAN PRAKTIKUM FLEBOTOMI

Nama                                      : Rosita Budiawanty

NIM                                        : -

Judul Praktikum                   : Teknik Sampling Vena

Metode                                   : Open System

Hari, tanggal                          : Senin, 09 Oktober 2017

Tujuan                                   :

Praktikum dilakukan dengan tujuan agar praktikan dapat melakukan pengambilan darah vena metode open system dengan baik dan benar.

Prinsip                                    :

Pengambilan darah vena dilakukan dengan cara membendung pembuluh darah vena agar pembuluh darah vena tampak jelas, selanjutnya dilakukan penusukan pada pembuluh darah vena menggunakan spuit, darah akan masuk pada ujung semprit, lalu tarik torak atau piston sampai volume darah yang dikehendaki.

Pendahuluan                         :

Pengambilan darah vena (venipuncture) dapat menggunakan dua metode, yaitu metode open system dan close system. Metode open system merupakan proses pengambilan darah vena dengan cara menusukan syringe ke dalam pembuluh darah vena. Pengambilan darah vena biasanya dilakukan untuk pemeriksaan kimia klinik.

Lokasi yang biasa digunakan untuk pengambilan darah vena umumnya diambil dari vena median cubital. Vena median cubital terletak pada anterior lengan (sisi dalam lipatan siku). Vena median cubital terletak dekat dengan permukaan kulit, cukup besar, dan tidak ada pasokan saraf besar. Apabila tidak memungkinkan pengambilan pada pada vena median cubital maka pengambilan darah dapat dilakukan pada vena chepalica, namun apabila pengambilan darah pada vena median cubital maupun vena chepalica tidak dapat dilakukan maka dilakukan pengambilan darah pada vena basilica. Pengambilan daran pada vena basilica memerlukan ke hati-hatian yang lebih karena letaknya berdekatan dengan arteri brachialis dan syaraf median.

Pengambilan darah vena pada bayi dapat dilakukan di vena lengan seperti vena median cubital, vena chepalica, dan vena basilica namun harus digunakaan jarum yang lebih kecil dan pengambilan darah tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan anemia pada bayi. Selain itu, pengambilan darah vena pada bayi dapat pula dilakukan pada vena jugularis eksterna (leher), vena fermoralis (paha) dan vena sinus sagitalis superior (kepala). Pengambilan darah pada vena jugularis eksterna, vena fermoralis,  maupun sinus sagitalis superior dilakukan oleh ahli. Pengambilan darah vena pada pasien stroke dilakukan pada sisi lengan lain yang tidak mengalami stroke.

Pengambilan darah vena pada lengan sedang diinfus dan tidak ada lokasi lain yang dapat diambil darah venanya maka dapat dilakukan pengambilan darah vena dilokasi lengan yang sedang diinfus dengan syarat 15 menit sebelum pengambilan darah cairan IV harus diberhentikan, lalu pada formulir ditulis bahwa pengambilan darah dilakukan pada lengan yang sedang diinfus karena dikhawatirkan terjadi pengenceran darah oleh cairan infus.
Lokasi pengambilan darah vena tidak boleh dilakukan pada sisi lengan masectomy, daerah edema, hematoma, daerah bekas luka, daerah dengan cannula, fistula, atau cangkok vascular, daerah intra-vena lines.

Pemasangan turniket pada lengan pasien tidak boleh melebihi satu menit dan tidak boleh terlalu keras dikarenakan dapat mengakibatkan hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit/PCV dan elemen sel), peningkatan kadar substrat (protein total, AST, besi, kolestrol, lipid total).

Penusukan jarum yang tidak tepat masuk ke dalam vena menyebabkan darah bocor dan mengakibatkan hematoma. Penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan jaringan sehingga dapat mengakitfkan pembekuan.

Terdapat berbagai macam ukuran jarum hipodermik yang ditandai dengan nomor gauge (G), yang berbanding terbalik terhadap diameter jarum. Semakin besar nomornya, semakin kecil diameter jarum. Demikian pula sebaliknya. Gauge (Inggris) berarti ukuran.

Memasukan sampel darah ke dalam tabung dapat dilakukan dengan cara melepas jarum lalu mengalirkan darah perlahan-lahan melalui dinding tabung atau dapat pula dengan menusukkan jarum pada tutup tabung, biarkan darah mengalir sampai berhenti sendiri ketika volume telah terpenuhi.

Jenis-jenis antikoagulan:

§  Etilen Diamin Tetrasetat (EDTA)

§  Heparin

§  Natrium Oxalate

§  Natrium Florida dan Kalium Oxalate

§  Acid Citrate Dextrose (ACD), dll.

Macam-macam tabung vacutainer:

  • Tabung tutup merah.

Tabung ini tanpa penambahan zat additive, darah akan menjadi beku dan serum dipisahkan dengan pemusingan. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi, serologi dan bank darah (crossmatching test).


  • Tabung tutup kuning.

Tabung ini berisi gel separator (serum separator tube/SST) yang fungsinya memisahkan serum dan sel darah. Setelah pemusingan, serum akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi dan serologi.


  • Tabung tutup hijau terang.

Tabung ini berisi gel separator (plasma separator tube/PST) dengan antikoagulan lithium heparin. Setelah pemusingan, plasma akan berada di bagian atas gel dan sel darah berada di bawah gel. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan kimia darah.


  • Tabung tutup ungu atau lavender.

Tabung ini berisi EDTA (Ethylen Diamine Tetraadictive Acid. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan darah lengkap dan bank darah (crossmatch).


  • Tabung tutup biru.

Tabung ini berisi natrium sitrat. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan koagulasi (mis. PPT, APTT)


  • Tabung tutup hijau.

Tabung ini berisi natrium atau lithium heparin, umumnya digunakan untuk pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit, kimia darah.


  • Tabung tutup biru gelap.

Tabung ini berisi EDTA yang bebas logam, umumnya digunakan untuk pemeriksaan trace element (zink, copper, mercury) dan toksikologi.


  • Tabung tutup abu-abu terang

Tabung ini berisi natrium fluoride dan kalium oksalat, digunakan untuk pemeriksaan glukosa.


  • Tabung tutup hitam

Tabung ini berisi bufer sodium sitrat, digunakan untuk pemeriksaan LED (ESR).


  • Tabung tutup pink

Tabung ini berisi potassium EDTA, digunakan untuk pemeriksaan imunohematologi.


  • Tabung tutup putih

Tabung ini berisi potassium EDTA, digunakan untuk pemeriksaan molekuler/PCR dan DNA.


  • Tabung tutup kuning dengan warna hitam di bagian atas

Tabung ini berisi media biakan, digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi - aerob, anaerob dan jamur.

Urutan memasukan sampel darah ke dalam tabung :

§  Botol biakan (culture) darah (tabung tutup kuning-hitam)

§  Tes koagulasi, tabung berisi Natrium sitrat (tabung tutup biru)

§  Tabung non additive atau kosong (tabung tutup merah)

§  Tabung berisi gel separator atau clot activator (tabung tutup merah atau kuning)

§  Tabung berisi EDTA (tabung tutup ungu)

§  Tabung berisi Heparin (tabung tutup hijau)

§  Tabung berisi NaF atau Na Oksalat (tabung tutup abu-abu)

Komplikasi yang dapat terjadi pada pengambilan flebotomi yaitu syncope (pasien kehilangan kesadaran sementara waktu akibat penurunan tekanan darah), rasa nyeri, hematoma, pendarahan, alergi (terhadap antiseptik, torniket, atau plester yang digunakan), trombosis, radang tulang, anemia (biasanya pada bayi), dan komplikasi neulogis.


       I.        Alat dan bahan                      :

Alat

1. Jarum suntik (spuit)

Alat yang digunakan untuk mengambil darah vena yang terdiri dari jarum dan piston (atau alat penarik). Ukuran jarum suntuk (spuit beragam), penggunaannya tergantung volume darah yang akan diambil, usia pasien, dan ukuran vena pada pasien.

2. Wing needle

Wing needle digunakan untuk pengambilan darah pada vena yang kecil dan rapuh, biasanya pada bayi dan pasien lanjut usia. Fungsi dari dua buah sayap yang dimiliki jarum wing needle adalah sebagai penahan guncangan tangan pasien manula, dan digunakan karena vena pasien manula lebih rapuh.

3. Tourniquet

Tourniquet digunakan untuk pembendung pembuluh darah pada bagian sekitar daerah yang akan dilakukan pengambilan darah. Tujuan dari penggunaan tourniquet adalah untuk fiksasi, pengukuhan vena yang akan diambil, dan menambah tekanan vena yang akan diambil sehingga akan mempermudah proses penyedotan darah ke dalam spuit.

4.  Kapas alkohol 70%

Kapas alkohol 70% digunakan untuk menghilangkan kotoran yang dapat mengganggu pengamatan letak vena sekaligus sebagai antiseptik area penusukan agar dapat mengurangi risiko infeksi.

5. Tabung penampung (vacutainer)

Tabung vacutainer merupakan tabung reaksi hampa udara yang terbuat dari kaca atau plastik. Prinsip kerja tabung vacutainer ini adalah ketika jarum suntik atau spuit yang telah berisi darah ditusukan ke tutup tabung vacutainer maka darah akan mengalir masuk kedalam tabung vacutainer hingga volume tertentu dan ketika volume darah tercapai maka darah akan dengan sendirinya berhenti. Tabung vacutainer ada yang berisi antikoagulan, gel sparator, clot aktivator, dan lain sebagainya.

6. Kasa steril

Kasa steril merupakan kasa yang sudah disterilkan, digunakan untuk menahan darah yang keluar setelah penusukan.

7. Micropore

Micropore digunakan untuk merekatkan kasa steril setelah dilakukan penusukan.

8. Sharp container

Merupakan wadah berwarna kuning yang digunakan untuk tempat membuang bahan infeksius sisa penusukan, seperti jarum suntik atau spuit yang telah digunakan.


Bahan

1.        Darah vena median cubital


       I.            Prosedur sampling                :

1.        Dicuci tangan dengan baik dan benar sebelum melakukan pengambilan darah kapiler.

2.        Digunakan alat perlindungan diri yang baik dan lengkap. Alat perlindungan diri berupa jas laboratorium, masker, dan handscoon.

3.        Dimulai dengan memperkenalkan diri pada pasien, konfirmasi identitas pasien, ditanyakan kembali apakah pasien telah menjalani syarat pemeriksaan yang akan dilakukan (jika ada).

4.        Dijelaskan prosedur pengambilan darah yang akan dilakukan.

5.        Disiapkan alat yang akan digunakan untuk pengambilan darah vena.

6.        Dijelaskan kegunaan alat-alat yang akan digunakan.

7.   Meminta kepada pasien untuk meluruskan lengannya, dipilih lengan yang banyak melakukan aktifitas.

8.        Meminta pasien mengepalkan tangannya.

9.        Dipasang tourniquet kira-kira 10 cm di atas lipatan siku.

10.    Dipilih bagian vena median cubital atau cephalica dan dilakukan perabaan (palpasi) untuk memastikan posisi vena (vena teraba seperti sebuah pipa kecil, elastis dan memiliki dinding tebal). Apabila vena tidak teraba maka lakukan pengurutan dari arah pergelangan ke siku, atau kompres hangat selama 5 menit daerah lengan.

11.    Dilakukan tindakan aseptis pada daerah yang akan ditusuk menggunakan kapas alkohol 70%  dengan gerakan memutar berlawanan arah jarum jam dan dilakukan sebanyak satu putaran, lalu tunggu alkohol mengering.

12.    Ditusuk bagian vena dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas. Jika jarum telah masuk ke dalam vena, akan terlihat darah masuk ke dalam semprit (flash). Diusahakan sekali tusuk langsung mengenai vena.

13.    Dilonggarkan tourniquet setelah darah masuk ke dalam semprit. (tergantung jenis tourniquet yang digunakan)

14.    Diubah posisi tangan flebotomist. Tangan kiri memegang spuit dan tangan kanan menarik piston dengan perlahan-langan sampai volume darah yang diambil dirasa cukup.

15.    Diubah kembali posisi tangan, tangan kanan kembali memegang spuit.

16.    Dilepas tourniquet dari lengan pasien.

17.    Diletakan kasa steril di atas daerah tusukan, tarik spuit dengan hati-hati.

18.    Dimasukan spuit ke dalam penutupnya dengan teknik ‘one hand’.

19.    Ditekan pelan luka tusukan agar darah berhenti mengalir lalu rekatkan kasa dengan micropore.

20.    Dimasukan sample darah yang telah diambil ke dalam tabung penampung (vacutainer) dengan cara menusukan jarum suntik ke tutup tabung penampung. Beri identitas tabung penampung, lalu homogenkan tabung penampung 5—8 kali.

21.    Diberikan pemahaman atau edukasi kepada pasien mengenai komplikasi yang bisa saja terjadi apabila pengambilan darah vena kurang baik dan cara mengatasinya, diucapkan terimakasih kepada pasien, dan diberikan informasi kepada pasien mengenai waktu pengeluaran hasil pemeriksaan.

22.    Dibuang spuit dan needle, kasa steril, kapas alkohol yang telah digunakan ke dalam tempat yang telah disediakan.

23.    Disimpan kembali peralatan yang digunakan ke tempat semula.

24.    Dilepaskan kembali alat perlindungan diri yang telah digunakan.

25. Dicuci kembali tangan setelah melakukan pengambilan sample.


       I.            Hasil Praktikum                    :

Ø  Identitas Pasien

-          Nama Pasien                        : Vivi E.

-          Jenis Kelamin                       : Perempuan

-          Usia                                      : 19 Tahun

-          Tempat, tanggal lahir           : Riau, -- ------ -----

-          Alamat                                 : Riau

Ø  Banyaknya Penusukan           : Satu kali

Ø  Volume hasil sampling : 2 ml/cc

Ø  Gambar



         

    II.            Penjelasan Hasil Sampling  :

1.        Penentuan sudut spuit tidak sesuai dengan kedalaman vena sehingga penusukan terlalu dalam.

2.        Ketika pergantian posisi tangan posisi jarum suntik (spuit) kurang kokoh sehingga mengakibatkan jarum bergeser.

 

 III.            Hal-hal yang perlu diperhatikan

1.      Penggunaan tourniquet maksimal satu menit karena apabila lebih dapat menyebabkan hemokonsentrasi.

2.      Penggunaan kapas alkohol dilakukan dengan gerakan memutar berlawanan arah jarum jam sebanyak satu kali.

3.      Fiksasi dilakukan agar vena tetap pada posisinya dan tidak bergeser saat akan dilakukan penusukan. Ketika fikasi usahakan vena tetap membulat seperti pipa dan tidak menjadi gepeng. Fiksasi dilakukan pada pasien usia lanjut dengan kondisi kulit yang sudah tidak elastis.

4.      Usahakan tangan tidak terlalu menekan keras bantal penyanggah karena dapat menyebabkan vena tidak membulat seperti pipa.

5.      Teknik yang digunakan terutama dalam penentuan sudut spuit harus sesuai dengan kedalaman vena.

6.      Dalam pengarahan jarum yang digunakan harus sesuai dengan arah pembuluh darah agar vena yang diinginkan dalam pengambilan sesuai (tidak salah dalam penusukan yang mengakibatkan salat letak pengambilan darah).

7.   Setelah darah terlihat masuk ke dalam indikator atau flash, dilakukan penarikan pompa/piston pelan-pelan mengikuti volume masuknya darah dan tidak boleh ditarik langsung dengan cepat. Pada beberapa kasus, pompa/piston harus ditarik terlebih dahulu agar darah masuk ke dalam indikator atau flash.

8.      Pada saat pergantian tangan, jarum tidak boleh ditekan ke bawah.

9.   Pelepasan tourniquet diusahakan untuk direnggangkan terlebih dahulu karena apabila tourniquet langsung dilepas dapat menyebabkan vena goyang.

10.  Sebelum penutupan luka diharuskan melepas tourniquet terlebih dahulu.

11.  Ketika pengambilan darah telah selesai luka ditutup dengan kasa steril dan hanya ditaruh diatas luka penusukan, tidak boleh ditekan. Penutup luka tidak diperbolehkan menggunakan tissue dan kapas dikarenakan tissue hanya bersifat menyerap dan penggunaan kapas dikhawatirkan menyebabkan fibrin menempel pada kapas.

12. Apabila terjadi hematoma maka kompres daerah hematoma dengann air hangat agar pembuluh darah mengalamai vasodilatasi (melebar) sehingga darah yang menyumbat terbebas.